Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


KEANEKARAGAMAN INVERTEBRATA DI PANTAI DESA SENENG KABUPATEN SAMPANG, MADURA-JAWA TIMUR

Vita Shilviana, Puji Jayanti, Abdul L. Rizal, dan Fadinatul Nilfa
Jurusan Biologi-FMIPA Universitas Negeri Surabaya


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan keanekaragaman invertebrata di Pantai Desa Seneng, Kecamatan Nepa, Kabupaten Sampang, Madura-Jawa Timur. Penelitian dilakukan di 1 lokasi. Pengambilan data dilakukan dengan metode eksplorasi pada satu garis transek dari tepi pantai kearah laut (daerah intertidal) yang terbagi dalam intertidal atas, intertidal tengah, dan intertidal bawah. Hasil eksplorasi yang dilakukan di tiga daerah intertidal berbeda didapatkan hasil berupa jumlah spesies dan kelimpahan hewan invertebrata. Pada daerah intertidal atas terdapat 32 invertebrata dengan 3 filum invertebrata yaitu coelenterata, mollusca dan annelida. Pada daerah intertidal tengah terdapat 22 invertebrata dengan 4 filum invertebrata yaitu coelenterata, mollusca, echinodermata dan crustacea. Pada daerah intertidal bawah terdapat 14 invertebrata dengan 1 filum invertebrata yaitu coelenterata. Perbandingan filum pada ketiga daerah intertidal tersebut adalah 3 : 4 : 1.

Kata kunci : Keanekaragaman, Eksplorasi, Invertebrata, Pantai Seneng

PENGANTAR
Di dalam ekosistem perairan pantai bisa hidup berbagai jenis hewan invertebrata seperti karang, moluska, krustasea, sponge, alga, lamun, dan biota lainnya. Keberadaaan hewan invertebrata erat kaitannya dengan ketersediaan sumber daya di pantai sebagai habitat. Invertebrata merupakan kelompok hewan yang tidak memiliki tulang belakang yang hidup di daerah perairan maupun daratan. Kelimpahan spesies maupun individu yang tinggi, corak warna yang bervariasi menjadikan jenis kelompok invertebrata ini sebagai pelengkap keindahan panorama wilayah pantai (Suwigyo, 1998).
Pantai Seneng merupakan salah satu pantai yang berada di Kecamatan Nepa,  Kabupaten Sampang, Madura-Jawa Timur. Pantai ini merupakan pantai yang belum terlalu dieksplorasi oleh manusia. Pantai ini memiliki kekayaan alam fauna yang beranekaragam, salah satu diantaranya adalah keanekaragaman hewan invertebrata.
Perairan pantai Desa Seneng merupakan wilayah perairan yang potensial sehingga dijadikan salah satu sumber mata pencaharian warga di kawasan Madura-Jawa Timur. Dengan adanya wilayah perairan yang potensial di pantai Desa Seneng seharusnya komunitas invertebrata melimpah.
Semua hewan yang tidak memiliki tulang belakang dikelompokkan dalam Invertebrata (avertebrata). Hewan invertebrata ada yang tersusun oleh satu sel (uniselluler) dimana seluruh aktivitas kehidupannya dilakukan oleh sel itu sendiri. Sedangkan hewan invertebrata yang tersusun oleh banyak sel (multiselluler/ metazoa) sel-selnya mengalami deferensisasi dan spesialisasi membentuk jaringan dan organ tubuh dan aktivitasnya semakin komplek. Invertebrata yang terdapat di perairan merupakan bioindikator kesehatan perairan pantai. Penggunaan invertebrata sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan. Sejumlah kelompok invertebrata seperti karang, moluska, krustasea, sponge, alga, lamun, dan biota lainnya memberikan respons yang khas terhadap tingkat kerusakan perairan pantai sehingga memiliki potensi sebagai spesies indikator untuk mendeteksi perubahan lingkungan akibat konversi perairan pantai oleh manusia yang sekaligus menjadi indikator kesehatan ekosistem pantai.

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan hewan invertebrata di Pantai Seneng. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi mengenai keanekaragaman invertebrata sebagai salah satu kelompok spesies yang hidup di perairan pantai, sehingga dapat dipakai dalam merancang sistem pengelolaan kawasan perairan Pantai Desa Seneng lebih baik lagi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Desa Seneng, Kecamatan Nepa, Kabupaten Sampang, Madura-Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 April 2014 dengan melakukan eksplorasi pada pukul 14.00-17.00 WIB. Eksplorasi pada waktu tersebut berdasarkan pertimbangan waktu perairan pantai surut. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksploratif, yaitu dengan mengamati dan mengambil sampel di Pantai Desa Seneng. Sasaran penelitian ini adalah keanekaragaman invertebrata yang hidup di Pantai Seneng, Nepa, Kabupaten Sampang, Madura-Jawa Timur.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah botol, alkohol 70%, formalin 10%, nampan, ember, cetok, kantung plastik, sarung tangan, karet gelang, kertas label, alat tulis,dan kamera foto. Sedangkan objek yang dikaji adalah tingkat keanekaragaman jenis invertebrata yang ada dan tempat penemuan invertebrata tersebut.
Eksplorasi invertebrata dilakukan dengan memperhatikan tempat penemuan invertebrata yang meliputi letak transek dan jenis invertebrata pada transek tersebut. Pengambilan sampel invertebrata dilakukan pada satu garis transek dari tepi pantai kearah laut (daerah intertidal) yang terbagi dalam intertidal atas, intertidal tengah, dan intertidal bawah (Gambar 1). Disetiap daerah tersebut diambil dua kuadran sampling berukuran 1 m x 1 m. Hewan invertebrata yang terdapat di setiap kuadran diamati dan didokumentasikan. Setiap spesies diambil 2-3 ekor menggunakan cetok. Untuk spesies infauna, diambil dengan melakukan penggalian hingga kedalaman 30 cm. Penggalian dilakukan secara bertahap, yaitu 0-10, 10-20, dan 20-30 cm. Semua spesimen diletakkan dalam ember yang besar berisi air laut dan dipisahkan antara hasil sampling di daerah intertidal atas, intertidal tengah, dan intertidal bawah. Spesimen berupa sponge dan krustasea dapat langsung diawetkan dengan memasukkan ke dalam botol berlabel yang berisi alkohol 70 % Spesimen jenis ubur-ubur diawetkan dengan formalin 10%. Untuk sampel berupa cangkang moluska atau kerangka coelenterata dapat langsung dimasukkan kantung plastik. Selain data jenis dan jumlah, anggota kelompok mencatat data tentang kondisi habitat spesies tersebut dan wawancara dengan masyarakat sekitar tentang informasi yang berhubungan dengan Pantai Desa Seneng dan hewan invertebrata yang banyak ditemukan.
dentifikasi invertebrata tidak dilakukan ditempat khusus dan diwaktu yang khusus pula. Identifikasi invertebrata dilakukan dimana saja dengan menggunakan buku pedoman identifikasi invertebrata, yaitu Siput dan Kerang Indonesia “Indonesian Shellis II” oleh Bunjamin dharma.


Gambar 1, Denah Pengambilan Sampel

HASIL
Berdasarkan hasil ekspolasri yang dilakukan di Pantai Desa Seneng Kecamatan Nepa, Sampang-Madura, di dapatkan hasil bahwa terdapat 31 invertebrata dengan 3 filum invertebrata di daerah intertidal atas, 22 invertebrata dengan 4 filum invertebrata di daerah intertidal tengah, dan 14 invertebrata dengan 1 filum invertebrata pada daerah intertidal bawah.
Tabel 1. Jenis Invertebtara yang Dijumpai di Intertidal Atas Pantai Desa Seneng
No.
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Jumlah
1.
Coelenterata
Anthozoa
Scleractinia
Trachyphyllidae
1




Faviidae
15
2.
Mollusca
Gastropoda
Neogastropoda
Conidae
2




Turbinellidae
1



Sorbeoconcha
Muricidae
1


Bivalvia
Taxodonta
Arcidae
6



Eulamellibranchia
Carditidae
4
3.
Annelida
Polychaeta


2





∑ = 32


Tabel 2. Jenis Invertebtara yang Dijumpai di Intertidal Tengah Pantai Desa Seneng
No.
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Jumlah
1.
Mollusca
Gastropoda
Mesogastropoda
Potamididae
1
2.
Coelenterata
Anthozoa
Actiniaria

8
3.
Arthropoda
Crustacea
Decapoda
Ocypodidae
4
4.
Echinodermata
Asteroidea


4





∑ = 22

Tabel 3. Jenis Invertebtara yang Dijumpai di Intertidal Bawah Pantai Desa Seneng
No.
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Jumlah
1.
Coelenterata
Anthozoa
Actiniaria

14





∑ = 14

PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil diatas dapat diketahui bahwa, invertebrata terbanyak ditemukan pada daerah intertidal atas dan yang paling sedikit ditemukan di daerah intertidal bawah. Namun invertebrata yang ditemukan di daerah intertidal atas, merupakan invertebrata yang sudah mati dan tersisa kerangka tubuhnya saja seperti cangkang dan kerangka tubuh coelenterata. Jika dilihat dari jumlah invertebrata yang hidup, maka invertebrata hidup terbanyak terdapat pada derah intertidal tengah dengan 4 filum invertebrata yaitu Mollusca, Coelenterata, Arthropoda, dan Echinodermata. Hal ini disebabkan karena pada daerah intertidal tengah memiliki habitat yang berpasir dan berbatuan serta terendam air. Habitat yang demikian merupakan habitat yang cocok bagi crustacea, echinodermata, anemon laut dan beberapa siput air.
Pada daerah intertidal atas banyak ditemukan invertebrata yang sudah mati berupa bekas cangkang mollusca dan kerangka coelenterata. Hal ini disebabkan karena pada daerah intertidal atas memiliki kondisi lingkungan yang tidak stabil, saat pantai pasang daerah intertidal atas tersebut terendam air, sedangkan saat pantai surut daerah intertidal atas tidak terendam air dan terpapar sinar matahari, yang mengakibatkan suhu dan kelimpahan air di daerah intertidal atas tidak stabil. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut. Suhu mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Organisme laut dapat mati karena kehabisan air. Kehabisan air dapat dipercepat dengan meningkatnya suhu (Nybakken, 1982:211).
Echinodermata yang ditemukan di daerah intertidal tengah terdapat pada habitat berpasir, hal ini sesuai dengan teori bahwa habitat echinodermata berada pada substrat berpasir, Substrat adalah permukaan tempat organisme hidup, terutama untuk menetap atau bergerak atau benda-benda padat tempat organisme menjalankan seluruh atau sebagian hidupnya. Pantai Desa Seneng memiliki substrat berpasir dan berkarang dengan kerapatan karangnya rapat. Substrat perairan mempunyai dua fungsi yang penting yaitu sebagai tempat hidup atau tempat melekat bagi organisme yang hidup pada perairan tersebut dan merupakan sumber nutrisi bagi organisme di tempat tersebut. Sehingga kondisi substrat pada pantai ini mendukung untuk pertumbuhan spesies Echinodermata. Selain spesies Echinodermata juga dapat ditemukan di atas melekat dengan karang, ada juga yang berada bersembunyi dibawah karang bahkan menguburkan tubuhnya dengan pasir. Romimohtarto (2007) juga menyatakan bahwa habitat Echinodermata hidup pada substrat yang berkarang, ada juga yang menguburkan diri dalam pasir.
           
SIMPULAN
Dari hasil eksplorasi invertebrata di Pantai Desa Seneng, Sampang-Madura, maka dapat disimpulkan bahwa pada daerah intertidal atas terdapat 32 invertebrata dengan 3 filum invertebrata yaitu coelenterata, mollusca dan annelida, pada daerah intertidal tengah terdapat 22 invertebrata dengan 4 filum invertebrata yaitu coelenterata, mollusca, echinodermata dan arthropoda, pada daerah intertidal bawah terdapat 14 invertebrata dengan 1 filum invertebrata yaitu coelenterata. Perbandingan filum pada ketiga daerah intertidal tersebut adalah 3 : 4 : 1.
KEPUSTAKAAN
Dharma, Bunjamin. 1989. Siput dan Kerang Indonesia “Indonesian Shellis II”. Erlangga: Jakarta.
Suwigyo, 1998. Avertebrata Air ( untuk mahasiswa perikanan ). Bogor: Fakultas Ilmu Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut. Jakarta: Gramedia.
Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana. 2007. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

JURNAL KEANEKARAGAMAN SERANGGA


KEANEKARAGAMAN INSECTA DI TAMAN APSARI SURABAYA

Vita Shilviana, Puji Jayanti, Abdul Latif Rizal, Fadinatul Nilfa
Jurusan Biologi-FMIPA Universitas Negeri Surabaya

ABSTRACT

Penelitian yang dilaksanakan di Taman Apsari Surabaya  bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat keanekaragaman jenis serangga di sekitar Taman Apsari dan untuk mendeskripsikan perbandingan jumlah anggota setiap ordo pada kelas serangga di sekitar Taman Apsari. Penelitian dilakukan sejak tanggal 30 Maret 2014 sampai 9 Mei 2014, dengan satu kali pelaksanaaan observasi lingkungan di Taman Apsari, lima kali eksplorasi dan pengamatan terhadap serangga dan dilanjutkan dengan pembuatan artikel dan insectarium. Jenis penelitian ini murupakan penelitian eksploratif dan objek penelitian yang dikaji adalah tingkat keanekaragaman serangga yang ada didalam taman. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah perbandingan ordo serangga dari 2 ordo yang berbeda, yakni Lepidoptera dan Hymenoptera dengan perbandingan 7 : 1 dan indeks diversitas dengan hasil indeks diversitas tertinggi terdapat pada spesies Delias periboea yang merupakan anggota Lepidoptera.

Key words : Taman Apsari, Insecta, Keanekaragaman


PENGANTAR
Taman apsari merupakan taman kota yang terletak di Jalan Gubenur Suryo, Surabaya tepat di depan gedung Grahadi. Di tengah taman Apsari terdapat Monumen Gubernur Suryo yang dikelilingi dengan air mancur, keberadaan monumen ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Taman ini memiliki luas 5.300 m2 dengan + 20 jenis bunga dan tanaman. Di sela bunga dan tanaman tersebut disediakan jogging track, yang biasa dimanfaatkan untuk jalan-jalan. Keberadaan bunga dan tanaman yang beranekaragam menjadi habitat hidup bagi banyak jenis serangga. (Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Surabaya, 2011)
Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestarian-nya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Serangga memiliki nilai pen-ting antara lain nilai ekologi, endemisme, konservasi, pendidikan, budaya, estetika, dan ekonomi (Little, 1957). Penyebaran serangga dibatasi oleh faktor-faktor geologi dan ekologi yang cocok, sehingga terjadi perbedaan keragaman jenis serangga. Perbedaan ini disebabkan adanya perbe-daan iklim, musim, ketinggian tempat, serta jenis makanannya (Borror & Long, 1998). Serangga merupakan bioindikator kesehatan hutan. Penggunaan serangga sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al. 1999). Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama kumbang pupuk), semut, kupu-kupu, dan rayap memberikan respons yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki potensi sebagai spesies indikator untuk mendeteksi perubahan lingkungan akibat konversi hutan oleh manusia yang se-kaligus menjadi indikator kesehatan hutan (Jones & Eggleton, 2000).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Apsari, Surabaya. Penelitian dilakukan sejak tanggal 30 Maret 2014 sampai 9 Mei 2014, dengan satu kali pelaksanaaan observasi lingkungan di Taman Apsari, lima kali eksplorasi dan pengamatan terhadap serangga dan dilanjutkan dengan pembuatan artikel dan insectarium. Eksplorasi dilakukan pada pukul 09.00-13.00 WIB. Eksplorasi pada waktu tersebut berdasarkan pertimbangan waktu serangga aktif sedangkan untuk pengamatan serangga tidak ditentukan waktu yang khusus. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksploratif, yaitu dengan mengamati dan mengambil sampel di Taman Apsari.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jaring penangkap serangga, toples, kloroform, formalin, dan jarum pentul. Sasaran dalam penelitian ini adalah semua jenis serangga yang ada di taman Apsari dengan memperhatikan tempat penemuan serangga tersebut. Sedangkan objek yang dikaji adalah tingkat keanekaragaman jenis serangga yang ada dan perbandingan jumlah anggota setiap ordo pada kelas serangga.
            Observasi yang dilakukan untuk mengetahui keadaan lingkungan Taman Apsari yang meliputi jenis tanaman yang terdapat di Taman Apsari dilakukan pada minggu pertama peneli-tian. Hasil dari observasi lingkungan tersebut berupa denah Taman Apsari dengan 19 plot yang merupakan plot alami yang memang telah ada di Taman Apsari. Ke-19 plot tersebut tersusun secara berpetak-petak dengan jenis tanaman tertentu.
Eksplorasi serangga dilakukan dengan memperhatikan tempat penemuan serangga yang meliputi letak plot dan jenis tanaman pada plot tersebut. Pengambilan sampel serangga di-lakukan dengan menggunakan jaring yang biasa digunakan untuk menangkap ikan. Serangga yang telah ditangkap dimasukkan ke dalam toples yang telah berisi kapas yang mengandung kloroform. Penggunaan kloroform bertujuan untuk mematikan serangga dan mempermudah dalam pembuatan insektarium. Untuk serangga yang berukuran kecil tidak digunakan formalin dalam proses pengawetannya untuk dijadikan insectarium. Segera setelah serangga tersebut mati, sera-ngga diletakkan di atas steroform dan ditusuk bagian dadanya dengan menggunakan jarum pentul dan diatur posisi tubuhnya. Untuk serangga yang berukuran besar, segera setelah serangga terse-but mati, bagian dalam tubuh serangga disuntik dengan formalin 1% dan menyapukan formalin 1% pada bagian luar tubuh serangga. Kemudian dikeringkan pada suhu ruangan.  Setelah itu spe-simen awetan diletakkan di dalam kotak insektarium dan ditata sedemikian rupa dan diberi kapur barus agar lebih tahan lama.
Identifikasi serangga tidak dilakukan di tempat khusus dan diwaktu yang khusus pula. Identifikasi serangga dilakukan dimana saja dengan menggunakan buku pedoman identifikasi serangga. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan indeks keanekaraga-man Shannon-Wiener.
H’ = Sigma - [ni/n ln ni/n]
Keterangan :
H’= Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
n = Jumlah total seluruh jenis serangga
ni = Jumlah tiap jenis serangga (Odum, 1971)
HASIL
Dari hasil observasi lingkungan Taman Apsari, diketahui bahwa terdapat 19 plot alami yang sudah ada di Taman Apsari (Gambar 1). Dan dari hasil eksplorasi serta observasi sera-ngga ditemukan bahwa terdapat 2 ordo serangga di Taman Apsari yaitu Lepidoptera dan Hymenoptera.

Tabel 1. Jenis serangga yang dijumpai di Taman Apsari, Surabaya

No.
Ordo
Famili
Spesies
Jumlah
1.
Lepidoptera
Pieridae
Delias periboea
38



Delias hyparete 
11



Eurema hecabe 
6


Papilionidae
Graphium agamemnon 
2



Papilio demodocus
2


Nymphalidae
Elymnias hypermnedra
3



Junonia atlites  
4
2
Hymenoptera
Vespidae
Polistes tenebricosus                                               
6


Formicidae
Lacius fuliginosus





∑ = 72

Tabel 2, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
No.
Spesies
Jumlah
H’
1.
Delias periboea
38
0,337
2
Delias hyparete 
11
0,287
3
Eurema hecabe 
6
0,207
4
Graphium agamemnon 
2
0,099
5
Elymnias hypermnedra
3
0,132
6
Junonia atlites  
4
0,160
7
Papilio demodocus
2
0,099
8
Polistes tenebricosus                                               
6
0,207



∑ = 1,528

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil eksplorasi serta observasi serangga di Taman Apsari, Surabaya ditemukan terdapat 2 ordo yaitu Lepidoptera dan Hymenoptera. Tingkat keanekaragaman ordo Lepidoptera  atau yang dikenal dengan kupu-kupu lebih mendominasi dibandingkan dengan ordo lainnya, terdiri dari tiga famili yaitu Nymphalidae, Papilionidae dan Pieridae. Lepidoptera banyak ditemukan di Taman Apsari karena banyaknya jenis tumbuhan berbunga di Taman Apsari. Tumbuhan berbunga merupakan habitat yang disukai oleh anggota Lepidoptera sehingga Taman Apsari menjadi habitat yang sesuai untuk anggota Lepidoptera. Anggota dari ordo Lepidoptera ini lebih banyak ditemukan pada tanaman perdu dan pohon yang berbunga. Kupu-kupu dengan warna cerah seperti pada spesies Delias periboea, Delias hyparete dan Eurema hecabe lebih banyak ditemukan pada pohon berbunga yang cukup tinggi seperti Callistemon viminalis yang merupakan pohon berbunga yang terdapat pada plot 6 dan 10. Pohon Callistemon viminalis berbunga merah dan warna bunganya sangat menarik terutama bagi kupu-kupu. Keberadaan pohon berbunga ini merupakan suatu pertahanan bagi spesies Delias periboea, Delias hyparete dan Eurema hecabe. Pohon yang menjulang tinggi ini memungkinkan kupu-kupu untuk berlindung dari predator seperti para manusia yang ingin menangkap kupu-kupu. Tingginya pohon ini akan menyusahkan para penangkap kupu-kupu.
Kupu-kupu dengan warna gelap dan tidak terlalu mencolok seperti Graphium agamemnon , Papilio demodocus, Elymnias hypermnedra, dan Junonia atlites lebih banyak ditemukan di tanaman perdu berbunga dan menyatukan warna sayap dengan lingkungan. Hal ini juga merupakan sistem pertahanan kupu-kupu untuk menyamarkan diri dan menyatu dengan warna lingkungan, sehingga predator tidak akan mudah untuk mengenali kupu-kupu. Di Taman Apsari, tanaman perdu perbunga yang paling banyak dihinggapi kupu-kupu adalah Iris Kuning (Neomarica longifolia) dan bunga kana (Canna indica L.). Iris kuning banyak terdapat pada plot 8, 9 dan 14, sedangkan bunga kana banyak ditemukan pada plot 3, 4, 10, 11, dan 18.
Serangga dari ordo Lepidoptera dan Hymenoptera yang ditemukan di Taman Apsari banyak ditemukan di area air mancur atau yang berada di atas tangga (Gambar 1). Hal ini disebabkan karena secara kualitatif kelimpahan cahaya di daerah air mancur lebih banyak daripada di daerah lapangan. Semua jenis serangga memerlukan cahaya dalam kehidupannya. Kondisi yang kaya akan cahaya merupakan tempat yang sesuai untuk kehadiran berbagai jenis serangga. Suhu akan mempengaruhi aktivitas serangga, penyebaran, pertumbuhan, dan perkembangbiakan serangga. Cahaya diperlukan untuk kehidupannya. Cahaya akan memberikan energi, sehingga dapat menaikkan suhu tubuh dan metabolisme menjadi lebih cepat sehingga mempercepat perkembangan larva (Akutsu et al., 2007).
Keanekaragaman jenis (H’) menggambarkan tingginya tingkat keanekaragaman yang terdapat pada suatu kawasan. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) maka semakin banyak jenis-jenis yang terdapat pada kawasan tersebut Menurut Shannon-Wiener dalam Ferianita (2007). Kisaran nilai H’<1 berarti keanekaragaman rendah, jika nilai 1<H’<3 berarti keanekaragaman sedang dan jika nilai H’>3 berarti keanekaragaman tinggi. Berdasarkan penghitungan Indeks Diversitas (ID) serangga di Taman Apsari diketahui bahwa Indeks Diversitas tertinggi yaitu spesies Delias periboea dengan nilai ID 0,337. Sementara itu, Indeks Diversitas terendah yaitu pada Graphium agamemnon dan Papilio demodocus dengan nilai ID 0,099. Kirasan nilai indeks diversitas kurang dari 1 yang hanya berkisar antara 0,099–0,337 maka tingkat keanekaragaman jenis serangga di Taman Apsari, Surabaya masih tergolong rendah.
SIMPULAN
            Tingkat keanekaragaman jenis serangga yang ada di Taman Apsari tergolong rendah, terdapar dua ordo serangga yang ditemukan yakni Lepidoptera dan Hymenoptera dengan 8 spesies yang berbeda dengan tingkat perbandingan masing-masing ordo lepidoptera: Hymenoptera yaitu 7 : 1, dimana banyaknya anggota dari masing-masing ordo ini dipengaruhi oleh lingkungan di dalam taman seperti jenis tumbuhan yang merupakan habitat hidup serangga.
KEPUSTAKAAN
Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Surabaya. 2011. Taman Apsari. Diakses pada 25 April 2014 dari http://www.dkp-surabaya.org/2011/01/taman-apsari.jsp.
Odum, E. P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Akutsu K; Khen C.V dan Toda M.J. 2007. Assessment of Higher Insect Taxa as Bioindicators for Different Logging-Disturbance Regimes in Lowland Tropical Rain Forest in Sabah, Malaysia. Ecol Res 22: 542–550pp
Ferianita FM.2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara.Yogyakarta.
Borror D.J dan De Long D.M. 1998. An Introduction to the Study of Insect. Sounders College Publishing
Little, F.A. 1957. General And Applied Entomology. Texas: Texas University.
Lilies. S. Christina. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta: Kanisius
Peggie, Djunijanti dan Mohammad Amir. 2006. Panduan Praktis Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. Cibinong: LIPI.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS